Tugas tak seratus persen
tersentuh. Sebagian kuputuskan untuk kutinggalkan, sengja kupilah yang paling
ringan menurutku, tapi beberapa, mungkin tiga. Dalam asumsiku, hukuman untuk
pelanggaran tugas yang ringan juga akan ringan, meski bebrapa telah
terakumulasikan. Ah, begitulah aku mengangan-angan aturan yang akan aku temui
esok. Ospek pertama yang aku jamah dalam hidup. Aku selalu berpikir bahwa ospek
tak selalu mengerikan seperti yang selama ini sering kami, -mahasiswa baru
dengar. Aku selalu yakin bahwa ditengah deraan tugas ini selalu ada nilai yang
dapat kita bawa pulang, pengalaman yang nanti akan kita kenang-kenang
dihari-hari lanjut. Tapi tetap saja, aku harus terlebih dahulu mengalami
semuanya, menghadapi bahwa ospek maba mungkin tak terlampau mudah dan indah
seperti angan-anganku sendiri. Tapi kecemasan itu sedikit lenyap, mendapati
dirimu disana. Sesaat aku menarik nafas lega. Setidaknya, dengan menatapmu
bebrapa detik nanti, wajah-wajah seram beraneka rasa milik para senior akan
sirna. Dan barangkali, dari mendapati dirimu juga berdiri disana nanti bersama
ku, dan mereka- ribuan maba lainnya, kelelahan akibat deraan kegiatan yang tuk
kunjung henti itu berganti dengan semangat ’45 yang akan refleks terpompa.
Sekuat tenanga aku
berusaha memicingkan mata, beberapa kali aku periksa kembali bawaan yang tak
boleh ketinggalan untuk esok. Meskipun sebenarnya sudah beberapa kali aku
terantuk, tak kuat menahan berat kantuk yang datang menyerang. Sejak pukul dua
nol nol dini hari tadi aku memang sudah harus terjaga, memastikan jaringan
komunikasi dari para senior,-pantia ospek maba, masuk ke dalam ponselku secara
sempurna. Seperti itulah paling tidak gambaran ospek maba yang tengah aku
jalani. Beberapa pesan singkat berisi rentetan tugas akan masuk ke dalam
ponselmu dalam jam-jam yang tak akan bisa kau tebak, bisa tengah malam pas jam
duabelas, shubuh bersama kokok-an ayam, atau tengah hari saat mentari berada
pas di atas kepala. Dan semuanya harus terselesaikan kurang dari 24 jam, begitu
penjelasan yang aku dapat ketika pembekalan. Nampak serba melelahkan. Rupanya hal
itulah yang sedikit mengalihkan perhatianku padamu, aku bukan mengalah pada
waktu, tapi terpaksa mengalah. Mengalah sementara pada ospek ini, karena
bagiku, bersama ospek pula ini nanti aku akan dapati dirimu. Aku tersenyum
sesaat sebelum kembali tenggelam dalam lamunan, masih tentangmu.
Kesibukan ini memang
telah menyita beberapa waktuku untuk mengunjungi beberapa akunmu. Memastika hari
ini kau baik-baik saja. Meski kini aku telah sekampus denganmu, tapi bagiku,
cinta diam-diam ini masih menyisahkan jarak. Jarak yang tercipta karena bibir
masih belum mampu berucap. Kita dekat karena satu fakultas, kita dekat sebagai
teman, itu sebabnya aku tak merasa punya hak untuk memperhatikanmu berlebih
dalam jarak dekat yang sebenarnya. Aku tak berhak.
Aku raih notebook, hendak aku nyalakan sebelum akhirnya secepat
kilat pula aku batalkan. Tenangaku sudah terlalu payah, apalagi kantuk masih
terus diam, enggan pergi, malah semakin hebat. Aku sempatkan mengucap beberapa
permintaan pada Tuhan, memastikan kau baik-baik saja, masih mampu tersenyum
ditengah tututan tugas seperti ini. Sudah sebulan aku tak bertemu denganmu,
setelah pertemuan saat pembekalan kala itu. Tiba-tiba aku merasa begitu lemas,.
Aku dapati lunglai pada diriku luar biasa. Rindu
yang tersimpan dan tak pernah terungkapkan itukah penyebabnya? Jika iya, maka biarkan sebentar saja aku
membuat perjanjian dengan hatiku sendiri. Besok kami ospek bersama. Bertemu dengannya.
Menatap lagi raut wajah itu seperti tiga detik pertemuan pertama kami dulu. Hari
esok, ditengah teriakan ganas para senior, akan aku temukan dirinya. Oase semangat
yang menjanjikan tak pernah ada kekeringan. Esok pasti indah karenanya, dia. Janjiku
Aku tarik selimut, tapi
sesaat sebelum terlelap, aku raih ponsel. Sebuah folder untuk pesan yang khusus
aku buka. Aku baca lagi, berkali-kali, history pesanmu yang terakhir. Dingin malam
seolah tiba-tiba menghilang. Pesan-pesan tadi singkat, tapi luar biasa
menghangatkan. Tapi rindu terus bergemuruh, terus meronta menemuimu esok. Aku mulai
menutup mata, seraya bergumam parau, “sampai jumpa esok teman, aku kangen”.
“kamulah
yang aku cari kala pertama terbangun,
Dan
yang aku ingat untuk kurindukan sebelum aku terlelap kala malam
Semoga
kamu mengerti”
Adelia
‘ade’ P