Sabtu, 22 Juni 2013

Selamat Berjuang....


“ Selamat berjuang…
Keberuntungan ada di tangan mereka yg percaya dan berdoa”
Sent. Tuesday. 05.05 am
Aku tetap memilih, menjadi teman yang dengan kesetiaannya selalu mendukung apa yang ia lakukan. Ya, sebagai teman, dua tahun kebelakang.

Diantara sengalan nafas yang terus berjejal, memburu, aku melemparkannya, sekedar pensil dan gulungan kertas kecil, beberapa pesan, atu mungkin, luapan perasaan dimenit-menit paling krusial sebelum ia menempuh ujian mandirinya. Aku masih ingat, betapa beberapa saat sebelum langkahku semakin mendekat, semua terasa semakin berat. Aku mengenal alasannya. Amat kenal. Lemparanku itu berarti juga keikhlasan, keikhlasan melemparnya pergi, ke tempat yang nantinya jauh memisahkan kami. Ke tempat ia akan mengejar mimpinya. Tanpa pernah tahu, dialah yang tiap malam tak pernah hilang dari tidur seseorang sebagai mimpi. Tidurku. Temannya. Yang masih terlalu pecundang.
“Ini pensil unasku, terpercaya kok, sengaja kusisakan untuk tesmu hari ini”…
“iya, aku tau, kamu punya beberapa yang lebih kau percaya, tapi anggap saja, dengan itu, aku ikut berjuang bersamamu kawan, aku gak duluan, kamu punya tempat terbaik disana. Selamat berjuang!”…
“satu lagi, rencana Tuhan gak pernah ketukar.”
Seraya menepuk pundaknya, aku segera berbalik, mengucap semua kata-kataku tanpa jeda. Aku tak terlalu siap jika tiba-tiba ia menyela dengan kata yang tak bisa aku imbangi. Karena mungkin saat ini, aku terlalu sedih. Sedih, melepasnya pergi.
“ini?” ia mengacungkan gulungan kertas kecil yang kuberikan.
“buka saja saat semua perjuanganmu sudah kautamatkan, selamat berjuang” setengah berteriak, jarak kami sudah tak terlalu dekat. Dari kejauhan, sekelebat aku melihat raut kebingungan. Mungkin bingung, apa isi yang ada digulungan kecil itu, atau bisa jadi bingung, bagaimana bisa aku tau tempat tesnya dan menghampirinya. Aku terkikik. Anggap saja aku dukun. Aku melenggang pergi. Namun tak pulang.
Setelah sekitar satu jam aku berkendara, aku memarkir sepedaku di pinggiran jalan tak jauh dari tempat yang akan aku singgahi. Dari kejauhan aku sudah bisa mendengar, gemericik aliran air yang tak terlalu besar, tapi menenangkan. Aku melemparkan tasku disana, dipinggiran sungai dengan rumput hijau yang halusnya lumayan, dan segera menjatuhkan badan. Tak banyak orang tau tempat ini. Jaraknya lumayan dari jangkauan kota, itu sebabnya pula, sungai ini jauh lebih bersih ketimbang sungai yang membelah kota. Aku sendiri menemukan sungai ini ketika ayah mengajariku bagaimana memancing. Dulu, ketika ia masih ada.
Aku biarkan pikiranku mengalir terlampau jauh bersama aliran air disini. Pikiran yang sejak sebulan lalu tiba-tiba menjerat dan tak mampu ku tolak. Pikiran yang tiba-tiba mengetuk hati, membuka pintunnya yang sudah lama dan susah payah kututup, atas nama pertemanan. Aku tak mau jatuh pada temanku sendiri.
Aku menghela panjang… jika perpisahan ada untuk menjadi momok manusia, aku ingin, memilih untuk tak takut padanya. Aku memilih untuk tak menjadi musuhnya, merangkulnya bersama, karena ia juga, bagian besar dari kebahagiaan yang dulu diberikan pertemuan padaku. Tapi semua tak pernah mudah, semakin aku mencoba berdamai, semakin pula sisi hati yang lain meronta, mengutuk, dan memberontak, berteriak keras “kenapa ia harus ada?.” Kalaupun ia harus ada, kenapa ia datang saat ini, merenggutnya, sahabatku,  dari liburan panjangku kali ini. Merenggut saat waktu, mungkin, akan banyak kuhabiskan dengannya. Dengannya akan kami bayar bersama pertemanan kami dua tahun yang tak banyak yang bisa kita lakukan lagi-lagi karena masalah jarak, walau tak sejauh yang akan ia tuju setelah ini. Jarak yang selalu jahat. Dan sekarang, perpisahan yang sebenarnya tak cukup kejam ini, harus dikuti dengan jahatnya jarak yang memisahkan kami.
“mungkin, aku menyayangimu lebih dari teman, bagaimana kalau aku mengingikan lebih dari ini?” pertanyaan hina, tapi terlambat, aku sudah bergumam, aku menyadarinya, dan aku terima alasan mengapa perpisahan ini akan terasa begitu berat. Aku…
And this is the day, usahamu selama ini akan kau tentukan hari ini. Mimpi yang dulu kau gantungkan, akan kau tentukan nasibnya pagi ini. Selamat berjuang, aku cuman ingin kabar terbaik darimu nanti…
Kabar baik? Tidak, tidak selamanya kabar baikmu akan menyenangkan bagiku. “seseorang akan bahagia jika melihat orang yang dicintainya bahagia” aku setuju ungkapan ini. Aku akan berbahagia untukmu saat kau mampu menempati tempatmu disana, universitas yang akan menyisahkan ribuan kilometer untuk pertemanan kita. Aku akan mengiyakan ungkapan itu, jika saja, aku masih berdiri disampingmu sebagai teman. Tapi sekarang, aku tak bisa berbahagia untukmu terlalu lama. Aku rasa, ada hati yang memilih untuk bersedih karena penerimaanmu nanti, bukan aku jahat. Tidak. Aku selalu ingin menjadi pendukung terbaik untukmu, sahabatku, dua tahun silam. Tapi. Apa yang bisa dilakukan jika pertemananku denganmu ini, sudah terjajah hati?
selamat berjuang, keajaiban Tuhan untuk mereka yang percaya dan berdoa
.”
Gulungan kertas kecil itu… dibaca pemiliknya. Aku melengak, masih tak bisa berkata-kata.
“bagaimana kau bisa tau aku disini?” bibirku mulai bergerak.
“anggap saja aku dukun,” balasnya terkekeh. Kemudian hening kembali menyisahkan kami jeda.
“kita bakal berjuang bersama-sama, aku disana, kamu disini, aku akan kembali saat pejuanganku sudah selesai, saat impianku sudah jelas nasibnya, aku akan kembali, menjemput impianku yang lain yang masih disini, jaga diri.” Ia mulai bicara, tak banyak, tapi tepat pada bidikan. Mataku mulai panas.
Aku tak mampu mengimbangi setiap kata yang keluar darinya. Apa yang aku dengar hanya ilusi karena saat ini aku terlalu menginginkannya dan bersedih akan melepasnya? Aku hanya meliriknya. Pada sosoknya, menggantung sebuah pertanyaan yang barangkali aku tahu jawabnya, tapi memilih untuk berpura tak tahu. Aku biarkan menjadi pertanyaan yang mungkin empat tahun lagi baru aku temukan jawabnya.
“selamat berjuang, aku tunggu kamu disini, nanti.”
Aku beranjak. Pulang. Meninggalkannya, tetap tinggal bersama dan dengan impian-impiannya.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar